Senin, 13 April 2009

Pemanfaatan Belalang Kayu (Valanga Nigricornis) untuk Pembuatan Bakso sebagai Alternatif Pangan Berprotein Tinggi

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Semakin besar jumlah penduduk indonesia, semakin sempit daerah pertanian yang tersisa. Hal ini disebabkan lahan yang diperlukan untuk pemukiman semakin luas namun yang menjadi masalah bukanlah lahan pertanian yang sempit, masalah utama yang dialami petani khususnya di indonesia adalah adanya populasi hama belalang yang jumlahnya melebihi batas normal. Populasi belalang yang mendominasi 75% dari binatang di dunia sangat berbahaya bagi kelangsungan pertanian karena belalang memakan daun, batang, bunga serta benih tanaman pertanian.

Berbagai upaya telah dilakuan oleh petani di berbagai daerah di indonesia. Upaya untuk mengurangi populasi belalang dilakukan dengan cara penyemprotan pestisida pada tanaman yang diserang hama belalang. Penyemprotan pestisida di udara bukan lah cara yang aman untuk mengurangi hama belalang karena terbukti menyebabkan pencemaran lingkungan hidup, yaitu pencemaran tanah, air dan udara. Dengan demikian, teknik penyemprotan tidak hanya berbahaya bagi belalang, namun juga mengancap kehidupan organisme lain termasuk manusia.

Salah satu upaya yang diharapkan bisa mengatasi permasalahan hama belalang dan tidak membahayakan organisme lain yaitu dengan memanfaatkan belalang sebagai bahan baku pembuatan bakso. Bakso merupakan makanan yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat kita, sehingga penulis bermaksud memberikan solusi kepada masyarakat terutama para petani. Selain dapat mengendalikan populasi hama belalang, pembuatan bakso belalang ini juga mampu menambah pendapatan masyarakat karena hal ini merupakan peluang usaha baru.

Ide penulis ini didukung oleh berbagai fakta yang mengungkap bahwa belalang memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya, dari hasil analisis Laboratorium Sucofindo (Superintending Company of Indonesia) Jakarta, terdata kandungan protein pada belalang namanya Nx-6.25.red sebesar 48,50%. Bahkan Sebagian besar serangga utamanya belalang dan jangkrik kaya akan protein (40-60 persen) dan lemak (10-15 persen). Salah satu dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Sutrisno Koswara berpendapat bahwa pada serangga, termasuk belalang, ditemukan kandungan protein antara 40-60 persen. (Koswara, 2009)

Sekarang ini kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman pangan berprotein tinggi. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan cara memanfaatkan belalang sebagai salah satu makanan alternatif yang mampu memberikan sumbangan nilai gizi (protein) yang besar.

Dalam penulisan ide/ gagasan penulis ini, penulis telah mengumpulkan berbagai informasi baik dari buku referensi, jurnal ilmiah, surat kabar maupun publikasi elektronik. Data dan informasi yang diperoleh, kemudian diolah menjadi data dan informasi yang ringkas dan hanya mengandung inti-intinya saja. Data itulah yang kemudian dikembangkan oleh penulis melalui analisis data baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Data yang sudah dianalisis ini kemudian disintesis dan disinergikan dengan ide penulis sehingga data dan ide yang dikemukakan oleh penulis saling menunjang dan saling melengkapi.

Data dan informasi yang diperoleh penulis sangat mendukung ide/ gagasan penulis. Penulis berupaya menggabungkan beberapa ide dalam buku referensi yang didapat dengan permasalahan yang akan dipecahkannya. Dari data dan informasi tersebut penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pembuatan bakso belalang kayu dapat dijadikan sebagai sebagai salah satu alternatif untuk pangan berprotein tinggi serta mengendalikan jumlah populasi belalang yang sangat mengganggu lahan pertanian. Dengan terkendalinya jumlah hama belalang, hasil panen bisa tercapai sesuai target.

Penulis berharap solusi ini dapat bermanfaat bagi para petani maupun masyarakat pada umumnya, misalnya pembuatan bakso belalang kayu ini bisa menjadi sumber pangan berprotein tinggi dan dimanfaatkan sebagai peluang usaha/ bisnis baru, sehingga mampu menambah penghasilan masyarakat, dan bias lebih memperkaya kuliner nusantara.

Efek Toksik Merkuri Metalik (Hg0)

Merkuri dilambangkan dengan Hg, akronim dari Hydragyrum yang berarti perak cair. Merkuri merupakan salah satu unsur logam yang terletak pada golongan II B pada sistem periodik, dengan nomor atom 80 dan nomor massa 200.59. Logam merkuri dihasilkan secara alamiah diperoleh dari pengolahan bijihnya, Cinabar, dengan oksigen (Palar;1994).

Logam merkuri yang dihasilkan ini, digunakan dalam sintesa senyawa senyawa anorganik dan organik yang mengandung merkuri. Dalam kehidupan sehari-hari, merkuri berada dalam tiga bentuk dasar, yaitu : merkuri metalik, merkuri anorganik dan merkuri organik

Merkuri metalik dikenal juga dengan istilah merkuri unsur (mercury element), merupakan bentuk logam dari merkuri. logam ini berwarna perak. Jenis merkuri ini digunakan pada alat-alat laboratorium seperti termometer raksa, termostat, spignometer, barometer dan lainya. Secara umum logam merkuri memiliki karakteristik sebagai berikut, Berwujud cair pada suhu kamar (250C) dengan titik beku (-390C). Merupakan logam yang paling mudah menguap. Memiliki tahanan listrik yang sangat rendah, sehingga digunakan sebagai penghantar listrik yang baik. Dapat membentuk alloy dengan logam lain (disebut juga dengan amalgam)

Merkuri metalik digunakan secara luas dalam industri, diantaranya sebagai katoda dalam elektrolisis natrium klorida untuk menghasilkan soda kautik (NaOH) dan gas klorin. Logam ini juga digunakan proses ektraksi logam mulia, terutama ekstraksi emas dari bijihnya, digunakan juga sebagai katalis dalam industri kimia serta sebagai zat anti kusam dalam cat.

Merkuri metalik dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Termometer merkuri yang pecah merupakan salah satu contohnya. Ketika termometer pecah, sebagian dari merkuri menguap ke udara. Merkuri metalik tersebut dapat terhirup oleh manusia yang berada di dekatnya.

Delapan puluh persen (80%) dari merkuri uap yang terhirup, diabsorbsi oleh alveoli paru-paru. Merkuri metalik ini masuk dalam sistem peredaran darah manusia dan dengan bantuan hidrogen peroksidase merkuri metalik akan dikonversi menjadi merkuri anorganik.

Penggunaan merkuri metalik yang lain dan paling umum adalah pada amalgam gigi. Amalgam gigi mengandung 50 % unsur merkuri, 35 % perak, 9 % timah 6 % tembaga dan seng. Amalgam ini digunakan sebagai penambal gigi berlobang.

Tambalan amalgam melepaskan partikel mikroskopik dan uap merkuri. Kegiatan mengunyah dan meminum makanan dan minuman yang panas menaikan frekuensi lepasnya tambalan gigi. Uap merkuri tersebut akan di serap oleh akar gigi, selaput lendir dari mulut dan gusi, dan ditelan, lalu sampai ke kerongkongan dan saluran cerna.

Merkuri metalik dalam saluran gastrointestinal akan dikonversi menjadi merkuri sulfida dan diekskresikan melalui feces. Para peneliti dari Universitas Of Calgari melaporkan bahwa 10 % merkuri yang berasal dari amalgam pada akhirnya terakumulasi di dalam organ-organ tubuh (McCandless;2003)

Merkuri metalik larut dalam lemak dan didistribusikan keseluruh tubuh. Merkuri metalik dapat menembus Blood-Brain Barier (B3) atau Plasenta Barier. Keduanya merupakan selaput yang melindungi otak atau janin dari senyawa yang membahayakan. Setelah menembus Blood-Brain Barier, merkuri metalik akan terakumulasi dalam otak. Sedangkan merkuri yang menembus Placenta Barier akan merusak pertumbuhan dan perkembangan janin.

Sumber : Syaputra Irwan ,23 Maret 2009, 12:40:00,Efek Toksik Merkuri Metalik (Hg0) http://www.forumsains.com/artikel/efek-toksik-merkuri-metalik-hgo/

Referensi

Kaim, wolfgang. 1951, Bioinorganik Chemistry : Inorganic Element In The Chemistry Of Life : An Introduction and Guide. England John Wiley & Sons.

McCandless, Jaquelyn., Siregar, Ferdina (ptjm). 2003, Anak-anak dengan Otak yang “lapar”, Panduan penanganan medis untuk penyandang ganguan spectrum autism (tjm). Jakarta. Grasindo.

Palar, Heryanto. 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta. Rineke Cipta.

Patrick, Lyn. 2002, Mercury Toxicity and Anti Oksidant: part I: Role Of Gluthatione And Alpha-Lipoic Acid in The Treatment of Mercury Toxicity. Alternative Medicine Review Vol 7

Sumber(6) 456-471.